Saturday, June 7, 2014

Presiden, Pekerja atau Pemimpin

AKHIR akhir ini, begitu ramai di media massa baik cetak maupun elektronik berita tentang Presiden Kerja dan Presiden Pidato, yang sering dilontarkan oleh salah satu ‘Kubu’ Calon Presiden, dengan membanding-bandingkan antara Presiden Kerja dengan Presiden Pidato. Tanpa disebutkan siapa yang dimaksud dengan Presiden Kerja atau Presiden Pidato, sebenarnya rakyat sudah bisa menebak dengan jitu, bahwa yang dimaksud dengan Presiden Kerja adalah Joko Widodo, biasa disapa Jokowi, Capres yang diusung oleh PDI Perjuangan bersama koalisisnya, sedangkan sebutan Presiden Pidato, pastilah dialamatkan kepada Prabowo Subianto, Capres yang diusung oleh Partai Gerindra bersama koalisinya. 
Jokowi, yang dalam setiap penampilannya di depan umum sejak jadi Walikota Solo (yang tidak diselesaikan), hingga menjadi Gubernur DKI Jakarta, (juga tidak diselesaikan), memang diketahui Tidak Piawai Pidato bahkan kalau boleh berpendapat bisa dikatagorikan Tidak Bisa Pidato dalam kapasitasnya sebagai seorang Pemimpin (Kepala Daerah), tetapi dikenal dengan Gaya ‘Blusukan’ menemui masyarakat yang kemudian ‘Dicitrakan’ sebagai Capres Kerja. Pencitraan Capres Kerja itulah pula yang selanjutnya ‘Dijual’ kepada masyarakat agar memilih Jokowi pada Pilpres 9 Juli 2014 mendatang, dengan slogan; lebih baik memilih Capres Pekerja yang Kerjanya hanya Bekerja, daripada memilh Capres Pidato yang kerjanya (mungkin, menurut kubu mereka), hanya Berpidato. 
Prabowo Subianto, yang memang diketahui begitu Piawai Berpidato, termasuk Berpidato bagiamana dia bisa membangkitkan semangat dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama membangun Bangsa dan Negaranya dengan untaian kata dan kalimat yang sangat mengena, dalam jejak rekam kariernya memang  belum pernah menjadi Kepala Daerah. Tetapi dari perjalananan kariernya sebagai militer, yang merupakan institusi Negara yag memiliki peran dan tanggung jawab melindungi Bangsa dan Negara, baik di level Nasional maupun Iternasional, dengan berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki rasa-rasaya sudah tidak perlu diragukan lagi. Dan kalau kita semua mau jujur, rasa-rasanya juga, belum ditemukan satu fakta yang menyebutkan bahwa selama pengabdian Prabowo kepada Bangsa dan Negara, karena pandai Berpidato lalu kerjanya hanya Pidato dan tidak Berkerja, bahkan hingga saat ini belum ditemukan.
 Lantas, kalau Jokowi (jika terpilih), disebut-sebut sebagai Presiden Kerja, dan Prabowo (juga jika terpilih), sebagai Presiden Pidato. Lalu Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie, Gusdur, Megawati dan SBY disebut Presiden apa ?. Atau mungkinkah Soekarno akan disebut sebagai Presiden Pejuang kemardekaan, Soeharto sebagai Presiden Menjabat Terlama (32 tahun), seangkan Presiden BJ. Habibie, Gusdur dan Megawati, sebagai Presiden Sesaat, karena jabatan mereka tidak sampai 5 tahun, serta SBY sebagai Presiden Seni, karena rajin menciptakan lagu. Sungguh ini tentunya suatu pemikiran yang keliru, hanya gara-gara jengah mendengar istilah Presiden Kerja dan Presiden Pidato, dalam suatu persta Demokrasi yang begitu besar, yaitu memilih Presidn dan Wakil Presiden, lantas rakyat yang merupakan pemilik kedaulatan diberi pendidikan politik ‘Dijejali’ dengan ‘Jargon’ yang maknanya tidak mendidik.
Jika kita tangkap dengan pemahaman yang sempit, maka yang ditangkap sebagai Presiden Kerja, adalah Presiden yang suka Bekerja, dan kata Pekerja itu sendiri pastilah seseorang yang melaksanakan pekerjaan atas Perintah orang lain (atasan). Jika kita merujuk pada Stigma yang melekat di masyarakat, maka Pekerja adalah orang yang disuruh-suruh atau orang yang menerima perintah dari atasan Lalu, apakah seorang Presiden bisa disebut sebagai Pekerja, yang disuruh-suruh untuk melakukan pekerjaan? Kita semua sepakat tentunya kurang cocok, karena seorang Presiden adalah Pemimpin Negara yang bertugas sebagai orang yang bekerja untuk rakyat (abdi negara), bukan menerima perintah melainkan memerintah berdasarkan aturan undang-undang dan atas dasar kepentingan rakyat. Sangat tidak mungkin juga, seorang Presiden Indonesia, ketika akan melibatkan rakyatnya untuk terlibat dan memlibatkan diri membangun Bangsa, harus dilakukan dengan (hanya) bekerja (dengan mendatangi masyarakat di seluruh pelosok tanah air). Rasanya tidaklah mungkin.
Oleh karenanya, siapapun Presiden yang terpilih pada 9 Juli 2014, baik itu yang pernah menjabat, sedang menjabat, maupun akan menjabat, Presiden pilihan rakyat itu pastilah bisa Bekerja. Sebab, kalau merasa tidak bisa bekerja, mana mungkin berani mencalonkan diri jadi Presiden, Cuma bedanya, setelah jadi Presiden nanti, seberapa besar perannya membawa Bangsa ini menjadi lebih Sejahtera, lebih Bermartabat dan disegani di Kancah Internasional, serta rakyatnya lagi tertindas. Tidak sepantasnya mengkotak-kotakkan, yang ini Bisa Kerja dan yang itu Bisa Pidato. Tidak sepantasnya kita mengkotak-kotakkan yang ini bisa Kerja dan yang ini bisa Pidato. Sampaikanlah kepada rakyat apa adanya, baik itu kekurangannya maupun kelebihannya, sehingga rakyat tidak salah memilih Presiden pada 9 Juli 2014 mendatang. Semoga. (****)

Menteri Agama Tersangka, Dirjen Haji Mundur

Suryadharma Ali  dan Anggito Abimanyu
Bogor, SMS - Berselang beberapa hari setelah Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali ditetapkan sebagai terkasa dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementrian Agama (Kemenag), Anggito Abimanyu, menyatakan mngundurkan diri dari jabatannya.
“ Tadi baru mendapat laporan dari Setjen Kemenag, bahwa sudah menerima Surat dari Dirjen Haji, Anggito Abimanyu, yang menyatakan mundur sebagai Dirjen Haji,” kata Menko Kesra, Agung Laksono, kepada wartawan di Istana Cipanas, Bogor, baru-baru ini. Menurut Agung, mundurnya Anggito karena adanya pemberitaan di media massa yang menyebutkan, bahwa KPK akan segera menetapkan Dirjen Haji yang juga mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementian Keuangan itu sebagai tersangka, terkait kasus yang sama dengan tersangka Menteri Agama Suryadharma Ali. “ Dengan alasan-alasan yang ada di dalam suratnya, beliau minta persetujuan mundur karena kemungkinan seperti yang diberitakan di media bahwa dia akan menghadapi masalah hukum,”tambah Agung Laksono.
Disebutkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengetahui tentang mundurnya Anggito Abimanyu dari jabatan Dirjen Haji. " Pernyataan pengunduran diri Pak Anggito juga sudah disampaikan ke Bapak Presiden. Beliau nyatakan ya sudah diterima saja," jelas Agung Laksono, yang juga selaku Menteri Agama sementara. Bahkan SBY, kata Agung lagi, meminta kepada setiap pejabat negara di Kemenag untuk tetap fokus dalam bekerja. Karena penyelenggaraan ibadah haji sudah dekat. "Beliau harapkan setiap pejabat bisa fokus, sungguh-sungguh, bisa bekerja sama dengan siapa pun. Apalagi masalah haji ini sudah tidak jauh lagi, sudah sangat dekat. Jadi perlu perhatian kuat," paparnya. 
Sebagaimana diketahui, Pasca pengunduran diri Anggito Abimanyu, Presiden SBY sudah menunjuk Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Abdul Jamil menggantikan Anggito. “ Setelah Pak SBY menerima surat pengunduran diri Pak Anggito, penyelenggaraan haji ini mendesak, Presiden SBY telah menunjuk Profesor Doktor Abdul Jamil, yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, mengambil tanggung jawab Anggito. Oleh karenanya pemerintah menghimbau agar masyarakat yang hendak menunaikan haji tidak resah. Pemerintah berjanji pelaksanaan haji tahun ini akan lebih baik. Jadi masyarakat jangan khawatir. Kita bertanggung jawab dan kita akan bekerja lebih baik," jelas Agung.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, menyatakan, bahkan aka nada tersangka baru dalam kasus penyelenggaraan haji tahun 2012 – 2013 di Kementrian Agama.  “ Yang pasti SDA (Suryadharma Ali) tidak sendirian. Biasa, kalau haji ada Kloter (Kelompok Terbang). Ini ada Kloter yag ke tahanan,” tegas Adnan, kepada wartawan, di gedung KPK Jakarta. Adnan dengan terbuka menambahkan, bahwa Dirjen Penyelengaraan Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu, diduga turut melakukan pelanggaran dalam kasus haji, sehingga yang bersangkutan juga bisa ditetapkan sebagai tersangka selanjutnya."Ya jelas ada pelanggaran, sehingga akhirnya kenapa dia bisa jadi tersangka. Jadi tunggu saja tanggal mainnya," ujar Adnan.(red/sms)

Friday, June 6, 2014

Muba Juara Umum MTQ Sumatera Selatan

Sekayu, SMS - Tuan rumah Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ke-26 tahun 2014, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), berhasil meraih gelar bergengsi sebagai Juara Umum dan berhak atas Piala Bergilir Gubernur Sumsel.
Penetapan Kabupaten Musi Banyuasin sebagai Juara Umum MTQ tingkat Provinsi Sumsel ke-26, diketahui setelah Dewan Hakim yang diketuai KH Nawawi Dencik Al Hafidz membacakan Surat Keputusan Nomor: 04/DH/KEP/MTQ/PROV XXVI/2014, tentang Kafilah Kabupaten Musi Banyuasin yang menyertakan 50 Qori dan Qori’ah, berhasil menduduki posisi puncak dengan nilai 65. Sedangkan peringkat ke-dua di raih oleh para Kafilah Kota Palembang dengan nilai 57, kemudian peringkat ke-tiga ditempati oleh para Kafilah dari Kabupaten Muaraenim dengan nilai 52.
Ketua Panitia Pelaksana MTQ tingkat Provinsi Sumatera Selatan ke-26 tahun 2014, Bupati Musi Banyuasin, H Pahri Azhari, mengatakan, bahwa cukup banyak kegiatan yang dilaksanakan pada ajang MTQ tingkat Provinsi. Untuk itu, H Fahri Azhari berharap, kiranya ajang MTQ dapat mewujudkan Provinsi Sumatera Selatan yang Beriman, mengingat kegiatan keagamaan merupakan momen yang sangat penting untuk membangun daerah. “ Namun demikian, pelaksanaan MTQ tidak akan pernah sukses tanpa adanya dukungan seluruh masyarakat, termasuk media massa yang sudah begitu gencar mempublikasikan sehingga MTQ tingkat Provinsi Sumatera Selatan ke-26 di Kabupaten Musi Banyuasin dapat berjalan degan baik. Oleh karenanya, izinkan kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak,” ujar Bupati.
Sementara itu menurut Wakil Gubernur Sumatera Selatan, H Ihak Mekki, pada kesempatan yang sama, menyebutkan, bahwa pelaksanaan MTQ sangat banyak manfaatnya terutama dalam pembangunan mental dan spiritual, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. Sebab dalam pelaksanaan MTQ bukan hanya sebatas memahami Al Quran dan ayat-ayatnya, tetapi lebih dari itu harus juga mengetahui isi dari kandungan Al Quran itu sendiri sebagai pedoman kehidupan sehari-hari. “ Oleh karenanya, harapan kita kepada para Qori dan Qori’ah yang mengikuti MTQ, kiranya dapat mendalami dan memahami makna dari isi Al Quran untuk kemudian memberikan pelajaran kepada orang-orang yang ada disekelilingnya, kata Ishak Mekki. “ Dalam suatu kompetisi MTQ, menang atau kalah bukan masalah, karena yang terpenting adalah pengembangan dan pendalaman terhadap kandugan Al Quran bisa terus dilakukan,” tambanya.
Sebagaimana diketahui, kepada para pemenang di ajang MTQ tingkat Provinsi Sumatera Selatan ke-26 tahun 2014, diberikan uang pembinaan masing-masing sebesar Rp.3,5 juta, dan khusus untuk Juara Umum mendapatkan bonus dari Bupati Musi Banyuasin sebesar Rp.5 juta. Bagi para juara, nantinya akan mengikuti seleksi untuk dikirim mewakil Provinsi Sumatera Selatan di ajang MTQ tingkat Nasional yang akan dilakanakan di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. MTQ tingkat Provinsi Sumatera Selatan ke-26 tahun 2014,  ditutup secara resmi oleh Wakil Gubernur Sumatera Selatan, H Ishak Mekki, bertempat di Gelanggang Remaja Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin. Pada acara penutupan yang berlangsung dengan meriah tetapi khidmat tersebut, panitia menampilkan berbagai kesenian yang sempat memukau para undangan,(red/sms)

Ketua MUI Menentang PDIP Mematai Khatib

Jakarta, SMS - Ketua Majelis Ulama Indonseia (MUI) Pusat, KH Cholil Ridwan, menentang upaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menginstruksikan kadernya Memata-Matai para khatib Jum’at untuk memantau kemungkinan adanya ‘Kampanye Hitam’ di dalam masjid.
Sikap PDIP yang mau menjalankan aksi Intelijen terhadap masjid-masjid tersebut, dinilai Kiai Cholil sebagai warisan Orde Lama (Orla) dan Orde Baru (Orba) untuk mengembalikan Indonesia ke Era Otoriter, dimana saat itu khatib di masjid selalu diawasi dan bahkan harus mendapat persetujuan pihak keamanan. Bahkan Kiai Cholil menegaskan, bahwa kelompok yang memata-matai khatib adalah musuh Islam. "Dan umat supaya sadar bahwa partai yang memata-matai khatib adalah musuh Islam dan musuh umat Islam," tegas KH Cholil Ridwan, melalui pesannya yang dikirim kepada media Suara Islam Online, baru-baru ini.
Kiai Cholil juga menghimbau, agar umat Islam tidak memilih Calon Presiden dari Partai yang memusuhi umat Islam. "Oleh karena itu jangan pilih Capresnya. Pilihlah Capres yang didukung oleh empat partai Islam," pesan Kiai Cholil. Sementara itu, sebelumnya, salah satu anggota tim sukses Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari, tidak menampik bahwa timnya menjalankan aksi intelijen untuk mengawasi adanya kampanye hitam dalam khotbah Jumat di masjid. Seperti telah tersebar di jejaring sosial twitter, Ketua DPC PDIP Jakarta Timur, sudah menginstruksikan anak buahnya yang Muslim untuk mendatangi salat Jumat dan mengawasi para khatib.
Dilain pihak, di tempat terpisah, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kendatipun berada dalam koalisis PDIP yang mengusung Capres Jokowi dan Cawapres Jusuf Kalla, ternya mengambil sikap berbeda dengan teman koalisinya itu. Bila PDIP sudah  menginstruksikan kadernya untuk menjalankan salat Jumat dan mengawasi khatibnya, Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin, menyatakan, pengawasan khutbah Jumat tidak perlu dijalankan namun ia menghimbau para khatib untuk lebih menjaga isi khutbahnya. "Memata-matai khutbah itu tidak perlu, kurang kerjaan. Tapi kita perlu menghimbau para khatib tidak memanfaatkan khutbah untuk menyebar kebencian," kata Muhaimin disela kunjungan ke Balai Besar Latihan Ketransmigrasian, di Yogyakarta.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Saleh Daulay, mengatakan, tindakan pengawasan masjid akan menimbulkan kesan adanya fregmentasi sosial di tengah-tengah masyarakat. "Selain itu, bisa juga menimbulkan kesan seolah-olah para khatib selama ini dijadikan sebagai agen politik dari suatu kepentingan politik tertentu. Padahal, fungsi masjid adalah tempat suci dimana orang berupaya mendekatkan diri pada sang pencipta. Saya khawatir, ini bisa dilihat masyarakat sebagai upaya pengembalian rezim otoriter dengan masuknya intervensi ke rumah-rumah ibadah" kata Saleh, kepada para wartawan, juga ditempat terpisah dan waktu berbeda, di Jakarta Sedengkan salah seorang anggota Tim Sukses Jokowi-JK, Eva Kusuma Sundari, mengatakan, pihaknya melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid karena dikhawatirkan jadi tempat kampanye hitam. "Karena memang serangan kepada Jokowi-JK di masjid-masjid sangat intensif," kata Eva, seperti dikutip RMOL.(red/sms)